MAKALAH
ORTOPEDAGOGIK ANAK
BERKESULITAN
BELAJAR
tentang
“KESULITAN
BELAJAR KOGNITIF”
Oleh:
ROBBY SAPPUTRA
ZESTI AND ZELIN
RIDHA ANNISA
CICI FEBRIA ANDIKA
PENDIDIKAN
LUAR BIASA
FAKULTAS
ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
NEGERI PADANG
2012
KATA
PENGANTAR
Rasa
syukur penulis
ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan
karunianya sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah dengan
baik dan tepat pada waktunya.
Dalam Makalah ini kami membahas
tentang “Kesulitan Belajar Kognitif”.
Makalah ini tidak akan selesai tanpa bantuan dari
beberapa pihak. Untuk itu kami
mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dan membimbing kami
dalam menyelesaikan Makalah ini, terutama kepada:
1.
Dosen pembimbing mata kuliah Ortopedagogik
Anak Berkesulitan Belajar
2.
Teman-teman anggota kelompok
Makalah
ini jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, kami mengharapkan kritik dan saran . Mudah-mudahan Makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumya
dan penulis pada khususnya.
Demekian makalah ini kami
susun dan semoga bermanfaat.
Padang, September 2012
Penulis
\
BAB 1
PENDAHULUAN
a.
Latar
Belakang
Kesulitan kognitif adalah salah satu
bentuk kesulitan belajar yang bersifat perkembangan (developmental learning
disabilities) atau kesulitan belajar preakademik. Kesulitan bejar jenis ini
membutuhkan perhatian karena terkait dengan ranah kognitif. Jika kesulitan
belajar kognitif ini tidak segera di atasi maka dapat menimbulkan kesulitan
dalam bidang akademik.
b. Rumusan masalah
1. Bagaimana
hakikat kognisi
2. kaitan
antara kesulitan belajar dengan gaya
kognitif
3. strategi pengembangan kognisi
c. Tujuan
Makalah ini bertujuan sebagai bahan penambah wawasan
tentang kesulitan belajar kognitif , serta sebagai tugas kelompok pada mata
kuliah anak kesulitan belajar
BAB II
PEMBAHASAN
KESULITAN BELAJAR KOGNITIF
A. Hakikat Kognisi
Pengertian
kognisi mencakup aspek-aspek struktur intelek yang dipergunakan untuk
mengetahui sesuatu (Singgih D. Gunarsa, 1981: 234).Kognisi adalah fungsi mental
yang meliputi persepsi, pikiran, symbol, penalaran, dan pemecahan masalah,
Piaget sebagai
tokoh peneliti perkembangan kognitif sesungguhnya tidak mengemukakan pentahapan
perkembangan kognitif berdasarkan umur. Adapun tahap-tahap perkembangan
tersebut adalah (1) tahap sensori-motor (umur 0-2 tahun), (2) tahap
praoperasional (umur 2 sampai 7 tahun), (3) tahap konkrit-operasional (umur 7
samapai 11 tahun), (4) tahap fomal-operasional (umur 11tahun ke atas)
Tahap-tahap
perkembangan kognitif sejak masa sensorimotor hingga formal-operasionalterkait
dengan berfikir devergen. Menurut Gowan, kemampuan berfikir devergent tersebut
hanya dimiliki oleh orang yang memiliki tingkat kecerdasan superior; dan
kemampuan ini dapat dirangsang melalui penyediaan lingkungan pendidikan,
terapi, dan latihan,sensitivitas yang baik serta meditasi.
Anak
berkesulitan belajar sering tidak mengikuti pola perkembangan kognitif seperti
yang telah dikemukakan , pada hal kurikulum sekolah biasanya didasarkan atas
pola perkembangan kognitif tersebut. Akibatnya, anak berkesulitan belajar tidak
mamapu menyelesaikan tugas-tugas kognitif yang dituntut oleh sekolah.
1. Kesulitan
dalam mengingat .
Kesulitan
dalam menyimpan berbagai informasi yang di terima oleh panca indra di pusat
susunan saraf yang berfungsi mengatur memori atau ingatan.Apabila proses
penerimaan informasi berjalan dengan baik maka informasi dapat disimpan dengan
baik .
2. Kesulitan
dalam proses berfikir.
Kesulitan
anak dalam berfikir dapat dilihat dari kemampuan anak dalam memecahkan masalah.
3. Kesulitan
dalam pemecahan masalah.
Kemampuan
dalam memecahkan masalah merupakan refleksi dari kemampuan individu dalam
melakukan proses berfikir
4. Kesalahan
dalatm konsep dan asosiasi
Menyangkut
kemampuan dalam mengklasifikasikan ke dalam klasifikasi yang tepat,nama
benda,nama peristiwa,atau karateristik yang dimilikinya serta hubungannya yang
ada antara konsep benda dan peristiwa.
,Berbagai
penelitian menunjukan bahwa keberhasilan anak menyelesaikan tugas-tugas
kognitif terkait dengan gaya kognitif mereka.
B.
Kaitan
Antara Kesulitan Belajar Dengan Gaya Kognitif
Gaya kognitif
barkaitan dengan caar seseorang menghadapi tugas kognitif, terutama dalam
pemecahan masalah. Blackman dan Goldstain seperti di kutip oleh
Hallahan,Kauffman dan Lloyd (1985:84) mengemukakan bahwa gaya kognitif terkait
dengan bagaimana seseorang berfikir (how of thinking). Mereka berpandangan
bahwa tiap orang memiliki gaya kognitif yang berbeda (cognitive style) yang
berbeda-beda dalam menghadapi tugas-tugas pemecahan masalah. Gaya kognitif
tersebut merupakan suatu sifat kepribadian yang relative menetap, sehingga
dapat digunakan untuk menjelaskan perilaku seseorang dalam menghadapi berbagai
situasi.
Ada
dua dimensi gaya kognitif yang memperoleh perhatian paling besar dalam
pengkajian anak berkesulitan belajar yaitu:
·
Dimensi gaya kognitif
ketidakterikatan-kereikatan pada lingkungan ( field independence-field
dependence)
·
Dimensi gaya kognitif
reflektivitas-impulsivitas
Gaya Kognitif
Ketidakterikatan-Kereikatan Pada Lingkungan
Menunjukan
pada kemampuan seseorang untuk memebebaskan diri dari lingkungan saat membuat
keputusan tentang tugas-tugas perceptual. Orang dalam menghadapi tugas-tugas
perceptual banyak dipengaruhi oleh lingkungan dan disebut terkait pada
lingkungan, sedangkan yang tidak mudah terpengaruh oleh lingkungan disebut
dengan tidak terkait pada lingkungan. Anak yang bertipe kognitif terkait pada
lingkungan mudah terkecoh oleh informasi yang menyesatkan sehingga persepsinya
tidak akurat. Begitu pula sebaliknya anak yang tidak bertipe tidak terkait pada
lingkungan mampu memfokuskan pada sebagian besar perseptual esensial tanpa
terpengaruh oleh detail-detail data perceptual tersebut.
Gaya Kognitif
Reflektivitas-Impulsivitas
Terkait
dengan penggunaan waktu yang digunakan oleh anak untuk menjawab persoalan dan
jumlah kesalahan yang dibuat. Anak impulsive cenderung menjawab cepat tetapi
banyak membuat kesalahan ; sedangkan anak reflektif cenderung menjawab lebih
lambat tetapi hanya membuat sedikit kesalahan. Secara umum, anak-anak
berkembang dari impulsive ke reflektif. Meskipun demikian, anak berkesulitan
belajar umumnya memiliki gaya kognitif yang lebih impulsive daripada anak yang
tidak berkesulitan belajar. Karena pada umumnya anak berkesulitan belajar
memiliki gaya kognitif yang impulsive, maka banyak guru yang mengeluh dengan
adanya siswa yang tidak mau berfikir sebelum bertindak. Gaya kognitif yang
impulsive pula yang menjadi penyebab dari timbulnya problema yang bukan hanya
akademik tetapi tuja perilaku. Karena itu gaya kognitif yang impulsif tersebut
anak-anak berkesulitan belajar perlu memperoleh
latihan untuk merespons suatu masalah dengan menggunakan waktu yang
cukup dan cara yang hati-hati.
C.
Berbagai
Strategi Pengembangan Kognisi
a. Strategi
pengembangan Memori
Ada dua macam
memori memori jangka pendek dan memori jangka panjang. Memori jangka panjang
akan terjadi jika ada pengulangan atau penerapan dalam kehidupan sehari-hari.
Memori jangka pendek dapat di ukur dengan menyuruh anak mengamati obyek-obyek
visual atau auditif dalm waktu singkat, misalnya 20 detik dan selanjutnya.
Hasil penelitian
yang dikemukakan oleh Hallahan,Kauffman,dan Llyod (1985: 86) menyimpulkan
bahwa:
1) Anak
berkesulitan belajar memperhatikan kesulitan yang lebih besar dan tugas-tugas
memori bila dibandingkan dengan anak yang tidak berkesulitan belajar.
2) Problema
memori anak berkesulitan belajar dapat dikaitkan dengan kegagalan dalam
menggunakan strategi tertentu yang biasa digunakan oleh anak yang tidak
berkesulitan belajar
3) Strategi
yang digunakan oleh anak yang tidak berkesulitan belajar dapat diajarkan kepada
anak berkesulitan belajar.
Dua
memori yang sering digunakan oleh anak yang tidak berkesulitan belajar tetapi tidak digunakan
oleh anak berkesulitan belajar. Kedua strategi itu adalah pengulangan dan
pengorganisasian. Seorang anak akan terbantu dalam mengingat sekelompok kata
misalnya ; kuda,sapi,pisang,rambutan,dan lain-lain jika anak tersebut mau
mengulang kata-kata tersebut. Memorinya akan lebih terbantu jika anak mampu
mengorganisasikan kata-kata tersebut menjadi dua kelompok yaitu kelompok
binatang (kuda,sapi) dan kelompok buah-buahan (pisang dan rambutan). Anak
berkesulitan belajar cenderung tidak menggunakan strategi mengulang dan
mengorganisasikan materi yang harus diingat meskipun mereka dapat dilatih untuk
hal tersebut.
b. Strategi
pengembangan keterampilan metakognitif
Anak berkesulitan
belajar pada umumnya memiliki keterampilan metakognisi yang rendah. Dalam
kaitannya dengan metekognisi tersebut, Hallahan,Kuffman,dan Lloyid (1986:88)
merinci adanya metamemoy, metelistening, dan metacomprehension. Metamemory
berkenaan dengan pengetahuan tentang proses memorinya sendiri dan
penggunaannya; metalistening berkenaan dengan pengetehuan tentang pendengaran
atau cara memperhatikan suatu pembicaraan yang disampaikan orang lain
kepadanya; metacomprehension berkenaan dengan pengetahuan seseorang tentang proses memahami bacaan yang
dilakukannya sendiri.
Anak
berkesulitan belajar umumnya memliki masalah dalam memecahkan berbagai problema
memori. Jika mereka dihadapkan pada problema untuk mengingat nomor telepon
temennya sedangkan disekitar anak tersebut tidak ada alat tulis untuk mencatat
nomor telepon tersebut, mereka umumnya
tidak menggunkan kemampuan untuk menghafal secara verbal, tetapi tetap berusaha
mencari alat tulis. Ini menunjukan bahwa anak tersebut tidak memiliki strategi
solusi masalah-masalah memori. Oleh karena itu perlu diajarkan secara langsung
strategi untuk memecahkan masalah memori sehingga keterampilan metamemorinya
menjadi berkembang.
Anak
berkesulitan belajar juga mengalami kesukaran dalam mendengarkan atau
kekurangan dalam metalistening. Akibatnya anak beekesulitan belajar sering
dianggap oleh guru dan teman-teman mereka sebagai anak yang ngawur, artinya menjawab tanpa
mempertimbangkan kelengkapan informasi. Dengan demikian anak tersebut perlu
bimbingan agar mereka dapat mengumpukan informasi yang cukup sebelum menjawab
suatu permasalahan.
Anak
yang pandai membaca mengetahui kapan dan dimana mereka harus mengkonsentrasikan
usaha untuk memahami suatu bacaan karena memiliki keterampilan
metacomprehension yang tinggi. Sebagai pembaca yang efisien, mereka dapat
membedakan bagaimana membaca suatu majalah dan bahgaimana membaca buku teks.
Anak-anak berkesulitan belajar seing tidak mampu membedaka jenis bacaan satu
dengan jenis bacaan yang lain, sehingga mereka menggunakan strategi yang sama
untuk jenis dan taraf kesulitan bacaan yang berbeda. Bertolak dari lemahnya
keterampilan metacomprehension anak berkesulitan belajar maka Hallahan,
Kuffman, dan Lloyd mengemukakan suatu strategi sebagai berikut:
1. Menjelaskan
tujuan membaca.
2. Memusatkan
perhatian pada bagian-bagian penting bacaan
3. Memantau
taraf pemahamannya sendiri
4. Membaca
ulang dan membaca cepat lebih dahulu
5. Menggunakan
kamus.
Pengembangan
keterampilan metakognitif jug adapt dilakukan melalui strategi pembelajaran
koperatif. Melalui strategi pembelajaran tersebut anak-anak dapat saling
mengetahui proses pemecahan suatu masalah dari tiap anggota kelompok sehingga mereka saling dapat menilai
proses mana yang benar dan yang efektif.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdurahman.
Mulyono.1996. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta :Depdiknas